Mobil

Dorong Proyek Energi Terbarukan: Mampukah VinFast Mempercepat Transisi Energi di Indonesia?

Minat investor asing terhadap energi bersih di Indonesia meningkat.

Cesar Uji Tawakal

Kiprah VinFast dalam mengembangkan industri EV di Asia Tenggara. [Ist]
Kiprah VinFast dalam mengembangkan industri EV di Asia Tenggara. [Ist]

Mobimoto.com - Ambisi pemerintahan Presiden Prabowo untuk menumbuhkan ekonomi hingga 8% dan mencapai Indonesia Emas 2045 menghadapi ujian nyata: transisi energi.

Di atas kertas, peralihan menuju energi bersih bukan hanya wujud komitmen terhadap Paris Agreement, untuk menahan kenaikan suhu global di bawah 2°C. Lebih dari itu, ini adalah peluang membuka sumber ekonomi baru dan menciptakan lapangan kerja hijau.

Namun di lapangan, langkah menuju energi hijau masih berjalan lebih lambat dibanding narasinya.

Ketua Indonesia Clean Energy Forum (ICEF), Prof. Mari Elka Pangestu, menekankan bahwa transisi energi bukan sekadar mengganti sumber daya. Ia harus menata ulang arah pembangunan ekonomi.

“Transisi energi tidak hanya soal mengganti sumber energi, tapi mengubah paradigma pembangunan menuju pertumbuhan ekonomi yang hijau, tangguh, dan berkeadilan,” ujar Mari Elka saat membuka Indonesia Energy Transition Dialogue (IETD) 2025, yang digelar oleh Institute for Essential Services Reform (IESR) dan ICEF di Jakarta (6/10).

Ia menambahkan, keberhasilan Indonesia dalam melakukan transisi energi “sangat bergantung pada komitmen politik dan konsistensi kebijakan” di semua tingkatan, serta perlunya “platform negara untuk energi terbarukan” yang menyatukan pendanaan dan dukungan internasional.

Investasi Asing dan Diplomasi Hijau

Minat investor asing terhadap energi bersih di Indonesia meningkat. Salah satu langkah terbaru datang dari Vingroup, konglomerasi besar asal Vietnam, yang menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan PT Sulsel Andalan Energi, BUMD milik Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Tujuannya: mengembangkan proyek energi terbarukan berskala besar, terutama tenaga surya.

Kerja sama ini menandai babak baru bagi ekspansi pilar energi hijau Vingroup secara global, sekaligus memperkuat posisinya di Asia Tenggara.

Berdasarkan MoU, kedua pihak sepakat mengembangkan proyek PLTS darat dan terapung, dengan kapasitas mulai 1 Megawatt hingga 1 Gigawatt, dilengkapi solusi penyimpanan energi dan integrasi jaringan listrik.

Kolaborasi ini tidak berhenti pada energi. Kedua pihak juga menjajaki proyek kota pintar, pembangunan rumah sakit, hingga perumahan sosial.

Vingroup bahkan membuka peluang penggunaan bus listrik VinFast bagi aparatur pemerintah daerah, serta kerja sama dengan V-Green untuk membangun infrastruktur pengisian daya kendaraan listrik di Sulawesi Selatan.

Optimisme dan Tantangan di Lapangan

Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman, menyebut kolaborasi ini sebagai awal dari “sesuatu yang besar.”

"Kami sangat bangga menyambut kehadiran Vingroup... Nota Kesepahaman hari ini hanyalah awal dari sesuatu yang besar," ujarnya.

Sementara itu, CEO Vingroup Asia dan VinFast Asia, Pham Sanh Chau, menekankan arti strategis kemitraan ini.

“Perjanjian dengan PT Sulsel Andalan Energi merupakan awal dari sebuah perjalanan penting. Kami percaya kolaborasi ini akan memberikan nilai signifikan dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan di daerah tersebut. Dengan keberanian dan kecerdasan Vietnam, kami bertekad memperluas dampak secara global demi masa depan yang lebih baik bagi generasi mendatang.”

Namun, optimisme itu tak menutup tantangan nyata. Ketergantungan tinggi pada batubara, tumpang tindih regulasi antara pusat dan daerah, dan lambatnya pengembangan infrastruktur energi hijau masih menjadi penghalang.

Sulawesi Selatan memiliki radiasi matahari tinggi, tetapi keberhasilan proyek Vingroup akan sangat tergantung pada kepastian hukum, transparansi kebijakan, dan kesiapan teknis investasi. Tanpa itu, ambisi menuju Indonesia Emas 2045 berisiko berhenti sebagai retorika hijau.

Transisi Energi: Mesin Pertumbuhan Ekonomi Baru

CEO Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, dalam sebuah keterangannya menekankan perlunya percepatan pengembangan energi terbarukan.

Dalam dekade terakhir, pertumbuhan sektor ini lambat, minat investor rendah. Menurutnya, reformasi kebijakan dan regulasi menjadi kunci.

Fabby Tumiwa menekankan pentingnya peran swasta dan masyarakat dalam menyediakan akses energi terbarukan.

Ia menilai, untuk mendorong proyek energi hijau, pemerintah perlu mengatur pemanfaatan bersama jaringan listrik melalui RUU Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) serta RUU Ketenagalistrikan.

Langkah ini akan meningkatkan permintaan dari industri yang telah menetapkan target bauran energi terbarukan. Fabby juga menekankan bahwa pengembangan energi terbarukan harus sejalan dengan pensiun PLTU batubara, agar tercapai swasembada dan ketahanan energi.

“Pemerintah perlu mendukung keterlibatan swasta dan masyarakat serta memastikan transisi energi sejalan dengan ketahanan energi nasional,” tegasnya.

Fabby menyebutkan, transisi energi menjadi mesin pertumbuhan ekonomi baru, yang berdampak melalui lima pilar utama.

Pertama, investasi infrastruktur untuk membangun PLTS, angin, biomassa, dan panas bumi, termasuk jaringan listrik pintar dan sistem penyimpanan energi. Kedua, pembangunan industri manufaktur, menjadikan Indonesia bagian penting dari rantai pasok global.

Jika dilakukan dengan tepat, kolaborasi internasional seperti Vingroup dan VinFast bukan hanya sekadar proyek energi bersih. Ini bisa menjadi landasan transformasi ekonomi hijau, yang menghubungkan investasi, inovasi, dan kebijakan untuk mewujudkan masa depan berkelanjutan bagi Indonesia.

×
Zoomed

Berita Terkait

Berita Terkini